Sejarah Desa

Awal Mula Nama Tiap Dusun di Desa Manggihan

Sejarah Desa Manggihan bermula dari perjalanan Syeh Maulana Hasan Samadi bersama empat pengikutnya pada awal 1800-an. Rombongan ini singgah di berbagai tempat yang kemudian dinamai sesuai peristiwa yang dialami. Pertama, mereka menemukan sapi dan kambing tanpa penggembala. Karena sibuk mencari pemiliknya atau dalam bahasa Jawa disebut nggoleki seng angon, daerah itu dinamakan Dusun Sengon. Tidak jauh dari sana, mereka bertemu dengan seseorang yang sakit. Mereka lantas menyembuhkan orang tersebut dengan cara di doakan sembuh. Dari ungkapan Jawa manggih raharjo (menemukan keselamatan), tempat itu dinamai Manggiharjo.

Di sebuah pedukuhan lain, masyarakat masih memuja pusaka dan senjata. Dengan kebijaksanaan, Syeh meminta agar benda-benda itu dikubur (dipendam/dipendem), sehingga wilayah itu dikenal sebagai Dusun Pendem. Saat tiba di Randusari, penduduk masih kuat dengan kepercayaan gaib dan enggan menerima Islam. Syeh mengajak mereka mencari ketenangan batin dan berkata bahwa wahyu telah turun (wahyu wis tumurun), maka tempat itu dinamakan Seturun.

Perjalanan berlanjut ketika rombongan mencari sumber air namun diganggu roh halus. Berkat kesaktian sang Syeh, roh-roh itu menyerah (ndeprok). Namun tidak semua roh menyerah, ada roh lain yang melarikan diri ke hutan, lalu bersembunyi di kayu berlubang (growong). Mereka akhirnya tertangkap, dan daerah itu disebut Gowongan.

Setelah perjalanan panjang itu, Syeh Maulana Hasan Samadi berhasil menyebarkan Islam di daerah-daerah yang disinggahinya. Tanda keberhasilan ajaran Islam terlihat dari kebiasaan masyarakat memberi nama anak dengan awalan “Moh”. Beliau akhirnya menetap di Manggihan, wafat, dan dimakamkan di lokasi yang dahulu menjadi tempat pepanggihan. Hingga kini makamnya dikenal sebagai Makam Kyai Panggih, yang dihormati oleh warga Desa Manggihan dan sekitarnya.